Oleh: Nur Alfi Khabibah
Wonosobo, Jawa Tengah — Sebuah patung biawak raksasa yang berdiri megah di Desa Krasak, Kecamatan Selomerto, Kabupaten Wonosobo, menjadi buah bibir di tengah masyarakat dan warganet Indonesia. Patung ini tidak hanya mencuri perhatian karena ukurannya yang mencolok dan detail yang tampak hidup, tetapi juga karena kisah di balik pembuatannya yang sarat makna ekologis dan semangat gotong royong pemuda desa.
Diresmikan pada awal April 2025, patung ini sontak viral setelah beberapa unggahan foto dan video tersebar di media sosial. Netizen awalnya mengira patung tersebut adalah hewan sungguhan karena kemiripannya yang mencolok dengan biawak asli. Dalam hitungan hari, nama “Patung Biawak Wonosobo” menduduki jajaran trending topic di berbagai platform digital, dari X (dulu Twitter) hingga TikTok.
Dari Inspirasi Alam Hingga Karya Nyata
Gagasan membangun patung biawak berasal dari Karang Taruna Desa Krasak yang ingin memperingati Hari Lingkungan Hidup Sedunia dengan cara yang unik. Alih-alih melakukan kegiatan bersih-bersih seperti biasa, para pemuda desa berinisiatif menciptakan sebuah landmark yang mampu mengedukasi masyarakat tentang pentingnya menjaga ekosistem.
“Kami ingin sesuatu yang tidak hanya seremonial, tapi juga memiliki dampak jangka panjang dan mampu menjadi ikon desa,” ujar Ahmad Gunawan Wibisono, Ketua Karang Taruna Kecamatan Selomerto.
Pilihan jatuh pada biawak karena hewan tersebut merupakan bagian dari fauna lokal yang kerap terlihat di sekitar perbukitan dan sungai kecil di kawasan Krasak. Sayangnya, keberadaan hewan ini mulai terancam karena alih fungsi lahan dan minimnya edukasi masyarakat mengenai pentingnya menjaga habitat aslinya.
Proses Pembuatan yang Tak Biasa
Untuk mewujudkan patung tersebut, Karang Taruna menggandeng Rejo Arianto, seorang pematung asal Wonosobo yang telah lama dikenal di kalangan seniman lokal. Rejo mengaku tertantang karena harus menciptakan bentuk yang sangat mendekati aslinya.
“Saya sampai memelihara biawak dulu selama beberapa minggu agar bisa mengamati gerak-geriknya, tekstur kulitnya, dan cara berjalannya. Dari sana saya ambil referensi,” tutur Rejo saat ditemui di lokasi pembangunan.
Proses pengerjaan memakan waktu lebih dari dua bulan. Patung biawak dibuat dari bahan besi rangka yang dilapisi kawat, semen, dan campuran pasir khusus. Proses pengecatan menjadi tahap paling rumit karena harus menciptakan gradasi warna dan efek kulit reptil yang alami.
Hasilnya adalah sebuah karya seni setinggi hampir tujuh meter dengan panjang sekitar sepuluh meter, berdiri tegak di pelataran terbuka di Dusun Ngrancah. Bentuk tubuh, kepala, hingga ekor biawak dibuat begitu detail hingga banyak orang yang sempat tertipu, mengira bahwa itu adalah hewan sungguhan dari kejauhan.
Klarifikasi Soal Dana Desa
Viralnya patung biawak ini tidak hanya memunculkan pujian, tetapi juga kritik. Sejumlah pihak mempertanyakan asal dana yang digunakan untuk pembangunan. Muncul dugaan di media sosial bahwa patung tersebut dibiayai menggunakan Dana Desa hingga mencapai Rp50 juta.
Namun, klaim tersebut dengan tegas dibantah oleh pihak desa. Ahmad Gunawan menegaskan bahwa tidak ada alokasi Dana Desa untuk proyek tersebut. “Ini murni hasil kerja sama dengan pihak ketiga, seperti CSR dari perusahaan setempat, serta swadaya dari Karang Taruna,” jelasnya.
Pemerintah Desa Krasak juga mengeluarkan surat resmi yang menyatakan bahwa anggaran pembangunan patung biawak tidak bersumber dari kas desa atau dana negara. Langkah ini diambil demi menjaga transparansi dan mencegah penyebaran informasi yang menyesatkan.
Antara Kritik dan Apresiasi
Fenomena patung biawak menjadi medan diskusi terbuka di media sosial. Ada yang mengapresiasi upaya warga dalam membangun ikon lokal dengan nilai edukatif, namun tak sedikit pula yang menyindir proyek tersebut sebagai “pemborosan dana.”
“Menurut saya ini langkah kreatif. Banyak desa yang tidak punya ikon, sementara Desa Krasak bisa bikin sesuatu yang viral dan punya pesan konservasi,” ujar Yenny Marlina, aktivis lingkungan dari Magelang.
Di sisi lain, komentar sinis datang dari sejumlah pengguna media sosial yang menilai proyek ini tidak memberi dampak ekonomi langsung. “Kalau uang segitu buat modal UMKM warga kan lebih terasa hasilnya,” tulis seorang pengguna X.
Namun, data kunjungan warga ke lokasi patung dalam dua minggu pertama menunjukkan lonjakan signifikan. Sekitar 800 orang tercatat mengunjungi Dusun Ngrancah dalam satu pekan, kebanyakan dari luar daerah. Mereka datang untuk berfoto dan menikmati suasana pedesaan, bahkan beberapa pelaku UMKM mulai membuka lapak makanan dan souvenir di sekitar lokasi.
Strategi Branding Desa Wisata
Kepala Desa Krasak, Sugiyanto, mengaku bahwa kehadiran patung biawak telah membuka peluang baru dalam pengembangan wisata desa. Ia berencana menjadikan kawasan sekitar patung sebagai pusat edukasi lingkungan, lengkap dengan taman tematik dan jalur tracking alam.
“Kami sedang menyusun masterplan agar kawasan ini bisa dikelola sebagai destinasi wisata edukatif. Selain mengenalkan fauna lokal, kami juga ingin mengajarkan pentingnya keseimbangan alam kepada generasi muda,” jelas Sugiyanto.
Upaya ini sejalan dengan program pemerintah kabupaten yang tengah mendorong pembentukan desa wisata berbasis potensi lokal dan kearifan budaya. Dinas Pariwisata Wonosobo sendiri telah mengirim tim untuk melakukan survei dan pemetaan potensi kawasan.
Makna Filosofis dan Simbolik
Tak hanya sekadar karya seni monumental, patung biawak di Krasak juga mengandung makna simbolik mendalam. Bagi masyarakat setempat, biawak melambangkan ketangguhan dan kemampuan bertahan di tengah perubahan lingkungan.
“Biawak itu tidak mudah mati. Ia beradaptasi dengan perubahan suhu, habitat, dan bahkan makanan. Kami ingin semangat itu melekat pada generasi muda di desa ini,” kata Arianto, sang seniman.
Dengan kehadiran patung tersebut, para pemuda berharap desa mereka tidak hanya dikenal karena viralnya, tetapi juga sebagai contoh nyata bagaimana seni, lingkungan, dan komunitas bisa berjalan beriringan.
Dari Desa ke Dunia Digital
Apa yang terjadi di Krasak membuktikan bahwa sebuah kampung kecil bisa mengguncang dunia maya jika digerakkan oleh semangat kolektif, kreativitas, dan pesan yang kuat. Viral atau tidak, patung biawak kini telah menjadi bagian dari narasi baru Desa Krasak: desa yang berani bermimpi besar.
Dari seekor reptil yang dahulu hanya dianggap biasa, kini biawak menjadi ikon perubahan dan simbol semangat pelestarian alam yang hidup. Wonosobo, yang selama ini dikenal karena Dieng dan keindahan alamnya, kini punya satu alasan lagi untuk dikunjungi — seekor “biawak” yang diam, tetapi mampu berbicara banyak.